Hujan


Biar masih pagi, cahaya matahari belum sepenuhnya menampakkan diri, pun suasana yg dingin, aku sudah bisa merasakan kerongkangan yg kering. Kenapa bisa begitu?

Mungkin karna sedari tadi aku berlari bersama anjingku tanpa ada kata istirahat. Jadi pantas jika di suasana seperti ini aku bisa merasa haus.

Ketika hendak meneguk air dalam botol plastik ini, peganganku pada tali yg mengikat leher anjingku tiba-tiba tertarik. Nampaknya anjingku akan melarikan diri.

Dan itu benar saja, dia yg ingin kabur kala aku dalam keadaan lengah, berhasil lepas. Anjingku sekarang berlari dg kecepatan tinggi. Meninggalkan majikanya yg kehausan.

Tanpa pikir panjang, aku mengejar anjing itu. Mengabaikan begitu saja botol minuman yg belum sempat kuminum.

Aku berlari ke tepi jalan raya, di mana anjingku malah berlari ketengah jalan.

Aku meraung-raung kesetanan. Tatkala dari jauh, terlihat mobil box melaju dg kecepatan tinggi mengarah pada anjingku yg melamun di tengah jalan.


"BERHENTI!" teriakku dalam bilik hati.
Tentu saja sopir mobil box itu tak dapat mendengarnya.

Mobil tersebut melaju kencang. Jarak menyisakan 5 meter dari anjingku berdiri. Sebenarnya, ingin sekali aku berlari, mendorong anjingku supaya berpindah tempat barang semeter saja. Supaya dia tidak terlindas oleh mobil box itu. Namun apa daya, semua itu tak bisa kulakukan. Untuk bergerak se-inci saja rasanya susah ampun. Apalagi berlari ke tengah jalan, menghampiri anjingku. Sarafku terasa telah mati.

Aku menutup mata rapat-rapat. Membutakan penglihatan agar pemandangan mengerikan tak terlihat olehku.

Pemandangan itu adalah, anjingku yg terlindas ban mobil box.

Aku telah melupakan sesuatu. Sesuatu yg amat penting bagiku. Aku menyesal, telah melupakan hal ini.
Aku lupa menulikan pendengaranku!

Sehingga bunyi mengerikan itu, berhasil tertangkap telinga.


"KRESS!"

Walau mata ini tertutup, bisa kupastikan, itu suara berasal dari ban mobil yg melindas daging serta tulang anjingku.

Dalam keadaan mata tertutup, air mata keluar dg derasnya. Bersamaan itu pula, hujan turun.
Bahkan langit pun ikut menangis menyaksikan ini.

Perlahan, aku membuka mata. Walau itu terasa begitu berat.

Aku menelan salivaku susah payah. Terasa begitu serat sekali untuk bisa meluncur melewati kerongkonganku yg kering.

Aku hampir lupa, jika aku sedang haus sekarang. Dan sekarang aku semakin merasa haus, setelah melihat jasad anjingku yg mengenaskan.

Aku butuh air mineral, selain menghilangkan haus, juga sebagai penenang diriku yg shok dg kejadian ini.

Namun apa daya, di sini tidak ada air mineral. Pun botol yg beberapa menit lalu kupegang, sudah aku buang ketika menyadari anjingku lari.

Dan di sini, hanya ada air hujan. Yg masih setia turun, menemani aku yg sedang berduka.

"Tak ada jalan lain, aku begitu haus sekarang."

Lalu aku mendongak dg mulut terbuka.


END

Komentar

  1. Faranggi Eva Lutvika25 Juni, 2016 13:33

    Wah ada lanjutannya. Ditunggu lanjutannya. Kira-kira nasih anjingnya gimana ya?

    BalasHapus
  2. Ceritanya ga ada hujan2nya. Ya mungkin baru chapter 1. Ditunggu lanjutannya.

    BalasHapus
  3. Anjingnya baper juga, melamun di tengah jalan.

    BalasHapus
  4. Ainuen Nadhifah25 Juni, 2016 17:19

    Hahaha, ternyata bukan manusia saja yg baper.

    BalasHapus
  5. Hujan? Kebetulan aku suka hujan dan semua yang berhubungan dengannya. Koreksi ya, kata "karna" bakunya adalah "karena" dan "nampak" yang tepat adalah "tampak". Keep writing :)

    BalasHapus
  6. Ainuen Nadhifah26 Juni, 2016 05:10

    @XXIBDRGN,
    Oh my!! Kukira tampak itu sinonim nampak. Tapi ternyata tidak.

    Untuk 'karena' aku selalu lupa dibagian itu.
    Terimakasih sudah mengingatkan.

    BalasHapus

Posting Komentar